Wednesday, October 21, 2009
PEMBANGUNAN PERTANIAN INDONESIA DALAM DALAM PENGARUH KAPITALISME DUNIA : Analisis Ekonomi Politik Perberasan
Teori-teori pembangunan mulai berkembang, dalam tataran akademis maupun aksi, setelah perang dunia kedua, bersamaan dengan negara Indonesia yang juga sedang mencari pola pembangunannya sendiri. Karenaitulah, proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Indonesia juga dipengaruhi oleh proses tersebut. Selain itu, pembangunan Indonesia juga berada dalam pengaruh Amerika Serikat sebagai negara yang merasa sangat berkepentingan dengan pembangunan negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika. Kedudukan Amerika Serikat dapat dipandang unik, karena selain sebagai tempat berlangsungnya perdebatan teori-teori pembangunan, namun sekaligus juga sebagai negara kapitalis yang terbesar di dunia.
Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang berkembang secara tesis dan antitesis yang perkembangannya mengikuti wacana teori dan aksi secara berulang-ulang. Pada tahap pertama muncul Teori Modernisasi yang berada dalam kerangka Teori Evolusi. Teori ini muncul di AS yang mengaplikasikannya dalam Program Marshal Plan. Karena ada ketidakpuasan terhadap pola pembangunan ini, maka kemudian lahir Teori Ketergantungan (Dependency Theory) yang memiliki sisi pandang dari negara-negara dunia ketiga yang berada dalam posisi tergantung terhadap negara-negara maju. Terakhir, untuk cara pandang yang lebih sempurna, lahir Teori Sistem Dunia (The World System Theory), dimana dunia dipandang sebagai sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme.
Beras merupakan komoditas pangan yang memiliki kedudukan unik di Indonesia, karena tidak saja berdimensi ekonomi dan sosial, tetapi juga politik dan budaya. Begitu pentingnya permasalahan beras sehingga ekonomi Indonesia tergantung padanya, misalnya dari pengaruh psikologisnya terhadap inflasi. Hal ini terlihat dari berbagai kebijaksanaan pertanian yang didominasi dan bias ke beras. Selain itu, penelitianpenelitian yang sering ingin menggambarkan pertanian Indonesiapun kebanyakan meneliti komunitas petani sawah.
Dalam hal hubungan dengan teori-teori pembangunan akan diperlihatkan ekonomi Indonesia dalam struktur ekonomi kapitalis dunia, melalui sosial ekonomi beras untuk analisis tingkat meso. Selanjutnya, untuk analisis tingkat mikro, akan dilihat pengaruh penetrasi kapitalisme pada masyarakat pedesaan didasarkan kepada dampak Revolusi Hijau yang merupakan program pembangunan pertanian utama di Indonesia. Pembangunan pertanian Indonesia dapat dijelaskan secara agak memuaskan melalui analisis pelaksanaan dan dampak Revolusi Hijau walau lebih ditujukan kepada pertanian sawah.
Sumber dan Struktur Penulisan
Bahan utama tulisan berasal dari berbagai hasil penelitian tentang pengaruh pembangunan pertanian di Indonesia terhadap struktur masyarakat pedesaan. Untuk memahami persoalan ini dipahami melalui permasalahan pertanian sawah atau lebih khusus lagi pada komoditas beras.
Pembahasan ini akan dimulai dengan literature review perkembangan kapitalisme dunia untuk membuat semacam kerangka pemikiran tentang bagaimana pengaruh penetrasi kapitalisme terhadap perubahan struktur masyarakat pedesaan. Selanjutnya, bagian pembahasan diawali dengan deskripsi permasalahan beras secara nasional dilanjutkan dengan berbagai kasus dampak Revolusi Hijau terhadap perubahan-perubahan sosial ekonomi serta kelembagaan di pedesaan.
PERKEMBANGAN, BENTUK, SERTA DAMPAK KAPITALISME DUNIA
TERHADAP DUNIA KETIGA
Kapan sesungguhnya kapitalisme lahir di dunia sulit dipastikan waktunya, karena ada beberapa pendapat tergantung batasan yang digunakan. Sebagian mengatakan kapitalisme lahir pada abad ke 15 bersamaan dengan lahirnya kolonialisme Eropa. Namun, pada bentuknya yang paling sederhana, kapitalisme sebagai cara berproduksi lahir pada abad 16 ketika terjadi penggantian sistem pertanian feodal, yaitu perubahan orientasi produksi dari “produksi barang untuk dipakai sendiri” menjadi “produksi untuk dijual” (Sanderson, 1993). Akibat lebih jauhnya dalam masyarakat kapitalisme adalah menjual komoditi untuk keuntungan maksimal menjadi inti kehidupan ekonomi.
Dari sini terlihat bahwa bentuk kapitalisme yang pertama muncul adalah di dunia pertanian. Kemudian, revolusi industri yang lahir abad 18 menjadi fase penting terhadap perkembangan kapitalisme, karena menyebabkan produktivitas per orang yang tinggi, menurunkan biaya operasi, tumbuhnya proletariat perkotaan, spesialisasi pekerjaan, dan urbanisasi; sehingga melahirkan kapitalisme industri. Akhirnya pada abad 19, kapitalisme memasuki fase monopoli, yaitu ketika perusahaan perusahaan besar dengan investasi yang melintasi antar negara. Secara historis terlihat, bahwa kapitalisme terus mengalami ekspansi secara geografis dan sekaligus berevolusi sehingga dunia menjadi satu kesatuan.
Sebagai perbandingan, secara sederhana Gie (1997) mendefinisikan kapitalisme sebagai: “dibolehkannya orang memiliki barang sebanyakbanyak untuk pribadi maupun sebagai modal produksi”. Sementara Marx (dalam Sanderson, 1993), mendefinisikan kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumberdaya vital dan menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. Keuntungan setingginya menyebabkan eksploitasi buruh murah, karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat sosial misalnya, kapitalisme dipandang secara luas tak hanya aspek ekonomi, namun juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural.
Dampak utama kapitalisme adalah terbentuknya kelas majikan dan buruh, serta eksploitasi dan ketimpangan di antaranya. Kapitalisme walau membawa berbagai kemajuan, namun juga membawa banyak hal negatif, misalnya egoisme, keserakahan, dan keinginan akan nikmat berlebihlebihan atau paham hedonisme (Sindhunata, 1997). Kapitalisme juga menjebak orang ke indiviudalisme, komersialisme, dan liberalisasi yang pahamnya berkembang secara bersamaan (Mubyarto, 1997). Secara ringkas Schumacher (1987) menyimpulkan, kapitalisme hanya mampu menguntungkan sebagian kecil orang namun menyengsarakan sebagian besarnya. Pesimisme terhadap kemampuan kapitalisme terhadap kesejahteraan manusia sudah banyak diungkapkan para ahli yang telah merasakan dampaknya secara luas.
Dampak negatif kapitlasime terhadap pertanian telah juga diantisipasi oleh para ahli, terutama mereka yang berada di jalur ilmu-ilmu sosial. Di Indonesia misalnya terdapat pertentangan pendapat terhadap kemampuan petani dalam kapitalisme. Tentang kemampuan petani memodernkan diri, maka para ahli dapat dibagi dalam kelompok yang pesimis dan optimis. Kelompok yang pesismis adalah Scott, Geertz, dan Boeke, sedangkan yang optimis adalah Schultz, Popkin, serta Hayami dan Kawagoe (Simatupang dan Pasandaran, 1993). Kelompok pesimis menganggap bahwa petani cenderung menghindari resiko sehingga tidak cocok dengan kapitalisme. Tentang respon terhadap kapitalisme, menurut Scott petani akan menolah kapitalisme yang akan merusakkan organisasi masyarakat yang kohesif, dan akan melahirkan resistennsi atau perlawanan, sementara Boeke yang dikenal dengan “dualisme ekonomi” Indonesia merasa petani akan bereaksi pasif (pasrah).
Pada kubu yang berlawanan, misalnya Popkin yakin bahwa petani tradisional sangat responsif terhadap kekuatan-kekuatan pasar, karena menganggap ekonomi pasar sebagai pembebas (Rachbini, 1990). Dalam hal hubungan patron klien, Popkin yang melakukan penelitian khusus untuk merespon tulisan James Scott tentang moralitas ekonomi petani, berpendapat bahwa klien tidak bernah nyaman dalam posisinya tersebut. Jika Scott memandang patron sebagai pelindung, Popkin lebih melihat patron sebagai penekan kemajuan ekonomi para kliennya dengan membatasi gerak klien. Hal ini didukung penelitian Hayami dan Kawagoe (1993) di Jawa Barat yang mendapatkan bahwa pemasaran dan usaha agroindutri pedesaan ternyata berjalan efisien ditinjau dari segi kriteria ekonomi dan rasional, serta memiliki kewiraswastaan yang tinggi. Artinya, masyarakat desa yang kental dengan budaya produksi, juga mampu mengembangkan diri kepada kegiatan perdagangan.
Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang berkembang secara tesis dan antitesis yang perkembangannya mengikuti wacana teori dan aksi secara berulang-ulang. Pada tahap pertama muncul Teori Modernisasi yang berada dalam kerangka Teori Evolusi. Teori ini muncul di AS yang mengaplikasikannya dalam Program Marshal Plan. Karena ada ketidakpuasan terhadap pola pembangunan ini, maka kemudian lahir Teori Ketergantungan (Dependency Theory) yang memiliki sisi pandang dari negara-negara dunia ketiga yang berada dalam posisi tergantung terhadap negara-negara maju. Terakhir, untuk cara pandang yang lebih sempurna, lahir Teori Sistem Dunia (The World System Theory), dimana dunia dipandang sebagai sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme.
Beras merupakan komoditas pangan yang memiliki kedudukan unik di Indonesia, karena tidak saja berdimensi ekonomi dan sosial, tetapi juga politik dan budaya. Begitu pentingnya permasalahan beras sehingga ekonomi Indonesia tergantung padanya, misalnya dari pengaruh psikologisnya terhadap inflasi. Hal ini terlihat dari berbagai kebijaksanaan pertanian yang didominasi dan bias ke beras. Selain itu, penelitianpenelitian yang sering ingin menggambarkan pertanian Indonesiapun kebanyakan meneliti komunitas petani sawah.
Dalam hal hubungan dengan teori-teori pembangunan akan diperlihatkan ekonomi Indonesia dalam struktur ekonomi kapitalis dunia, melalui sosial ekonomi beras untuk analisis tingkat meso. Selanjutnya, untuk analisis tingkat mikro, akan dilihat pengaruh penetrasi kapitalisme pada masyarakat pedesaan didasarkan kepada dampak Revolusi Hijau yang merupakan program pembangunan pertanian utama di Indonesia. Pembangunan pertanian Indonesia dapat dijelaskan secara agak memuaskan melalui analisis pelaksanaan dan dampak Revolusi Hijau walau lebih ditujukan kepada pertanian sawah.
Sumber dan Struktur Penulisan
Bahan utama tulisan berasal dari berbagai hasil penelitian tentang pengaruh pembangunan pertanian di Indonesia terhadap struktur masyarakat pedesaan. Untuk memahami persoalan ini dipahami melalui permasalahan pertanian sawah atau lebih khusus lagi pada komoditas beras.
Pembahasan ini akan dimulai dengan literature review perkembangan kapitalisme dunia untuk membuat semacam kerangka pemikiran tentang bagaimana pengaruh penetrasi kapitalisme terhadap perubahan struktur masyarakat pedesaan. Selanjutnya, bagian pembahasan diawali dengan deskripsi permasalahan beras secara nasional dilanjutkan dengan berbagai kasus dampak Revolusi Hijau terhadap perubahan-perubahan sosial ekonomi serta kelembagaan di pedesaan.
PERKEMBANGAN, BENTUK, SERTA DAMPAK KAPITALISME DUNIA
TERHADAP DUNIA KETIGA
Kapan sesungguhnya kapitalisme lahir di dunia sulit dipastikan waktunya, karena ada beberapa pendapat tergantung batasan yang digunakan. Sebagian mengatakan kapitalisme lahir pada abad ke 15 bersamaan dengan lahirnya kolonialisme Eropa. Namun, pada bentuknya yang paling sederhana, kapitalisme sebagai cara berproduksi lahir pada abad 16 ketika terjadi penggantian sistem pertanian feodal, yaitu perubahan orientasi produksi dari “produksi barang untuk dipakai sendiri” menjadi “produksi untuk dijual” (Sanderson, 1993). Akibat lebih jauhnya dalam masyarakat kapitalisme adalah menjual komoditi untuk keuntungan maksimal menjadi inti kehidupan ekonomi.
Dari sini terlihat bahwa bentuk kapitalisme yang pertama muncul adalah di dunia pertanian. Kemudian, revolusi industri yang lahir abad 18 menjadi fase penting terhadap perkembangan kapitalisme, karena menyebabkan produktivitas per orang yang tinggi, menurunkan biaya operasi, tumbuhnya proletariat perkotaan, spesialisasi pekerjaan, dan urbanisasi; sehingga melahirkan kapitalisme industri. Akhirnya pada abad 19, kapitalisme memasuki fase monopoli, yaitu ketika perusahaan perusahaan besar dengan investasi yang melintasi antar negara. Secara historis terlihat, bahwa kapitalisme terus mengalami ekspansi secara geografis dan sekaligus berevolusi sehingga dunia menjadi satu kesatuan.
Sebagai perbandingan, secara sederhana Gie (1997) mendefinisikan kapitalisme sebagai: “dibolehkannya orang memiliki barang sebanyakbanyak untuk pribadi maupun sebagai modal produksi”. Sementara Marx (dalam Sanderson, 1993), mendefinisikan kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumberdaya vital dan menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. Keuntungan setingginya menyebabkan eksploitasi buruh murah, karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat sosial misalnya, kapitalisme dipandang secara luas tak hanya aspek ekonomi, namun juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural.
Dampak utama kapitalisme adalah terbentuknya kelas majikan dan buruh, serta eksploitasi dan ketimpangan di antaranya. Kapitalisme walau membawa berbagai kemajuan, namun juga membawa banyak hal negatif, misalnya egoisme, keserakahan, dan keinginan akan nikmat berlebihlebihan atau paham hedonisme (Sindhunata, 1997). Kapitalisme juga menjebak orang ke indiviudalisme, komersialisme, dan liberalisasi yang pahamnya berkembang secara bersamaan (Mubyarto, 1997). Secara ringkas Schumacher (1987) menyimpulkan, kapitalisme hanya mampu menguntungkan sebagian kecil orang namun menyengsarakan sebagian besarnya. Pesimisme terhadap kemampuan kapitalisme terhadap kesejahteraan manusia sudah banyak diungkapkan para ahli yang telah merasakan dampaknya secara luas.
Dampak negatif kapitlasime terhadap pertanian telah juga diantisipasi oleh para ahli, terutama mereka yang berada di jalur ilmu-ilmu sosial. Di Indonesia misalnya terdapat pertentangan pendapat terhadap kemampuan petani dalam kapitalisme. Tentang kemampuan petani memodernkan diri, maka para ahli dapat dibagi dalam kelompok yang pesimis dan optimis. Kelompok yang pesismis adalah Scott, Geertz, dan Boeke, sedangkan yang optimis adalah Schultz, Popkin, serta Hayami dan Kawagoe (Simatupang dan Pasandaran, 1993). Kelompok pesimis menganggap bahwa petani cenderung menghindari resiko sehingga tidak cocok dengan kapitalisme. Tentang respon terhadap kapitalisme, menurut Scott petani akan menolah kapitalisme yang akan merusakkan organisasi masyarakat yang kohesif, dan akan melahirkan resistennsi atau perlawanan, sementara Boeke yang dikenal dengan “dualisme ekonomi” Indonesia merasa petani akan bereaksi pasif (pasrah).
Pada kubu yang berlawanan, misalnya Popkin yakin bahwa petani tradisional sangat responsif terhadap kekuatan-kekuatan pasar, karena menganggap ekonomi pasar sebagai pembebas (Rachbini, 1990). Dalam hal hubungan patron klien, Popkin yang melakukan penelitian khusus untuk merespon tulisan James Scott tentang moralitas ekonomi petani, berpendapat bahwa klien tidak bernah nyaman dalam posisinya tersebut. Jika Scott memandang patron sebagai pelindung, Popkin lebih melihat patron sebagai penekan kemajuan ekonomi para kliennya dengan membatasi gerak klien. Hal ini didukung penelitian Hayami dan Kawagoe (1993) di Jawa Barat yang mendapatkan bahwa pemasaran dan usaha agroindutri pedesaan ternyata berjalan efisien ditinjau dari segi kriteria ekonomi dan rasional, serta memiliki kewiraswastaan yang tinggi. Artinya, masyarakat desa yang kental dengan budaya produksi, juga mampu mengembangkan diri kepada kegiatan perdagangan.
Tag →
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
@dhany. Powered by Blogger.
3 Responses to “PEMBANGUNAN PERTANIAN INDONESIA DALAM DALAM PENGARUH KAPITALISME DUNIA : Analisis Ekonomi Politik Perberasan”
Sharing DOnk Kapan-Kapan
(http://tric06.student.ipb.ac.id/)
Post a Comment